Masjid Biru: oase di tengah kota Saint Petersburg

Masjid Agung Saint Petersburg mulai dibangun pada tahun 1910 dalam rangka peringatan 25 tahun berkuasanya Abdul Ahat Khan, penguasa kota Bukhara, Uzbekistan.

Pembangunan Masjid diselesaikan pada tahun 1921. Pada waktu itu, umat Islam di Saint Petersburg diperkirakan berjumlah 8.000 jiwa. Pada masa pemerintahan komunis antara tahun 1940 sampai dengan 1956, Masjid ini ditutup dan dilarang dipergunakan untuk kegiatan ibadah umat Islam.

Pada saat diresmikan, Masjid Saint Petersburg adalah masjid terbesar di Rusia dengan menara kembar setinggi 49 meter dan kubah yang dipenuhi kaligrafi berwarna biru. Arsitektur bangunan Masjid ini sangat kental dengan nuansa Persia.

Konsep bangunan masjid dipilih melalui suatu sayembara yang dimenangkan oleh Nikolai Vasilyev, seorang arsitek non-muslim berkebangsaan Rusia. Dalam rancangannya, Vasilyev menggunakan bangunan “Gur-e Amir” atau makam raja “Timur Lenk” di kota Samarkand, Uzbekistan sebagai referensi atau contoh.

Masjid indah yang dapat menampung 5.000 orang jamaah ini berada di pusat kota Saint Petersburg. Dengan lokasinya di sekitar benteng Peter & Paul dan istana Hermitage, masjid ini dengan mudah dapat dikenali dari kubah biru dan menara kembarnya yang terlihat menjulang dengan megah dari jembatan Trinity yang membentang di atas sungai Neva.

Melintas jalanan di pinggir sungai Neva, seakan terbayang bagaimana Bung Karno pada tahun 1956 melintas jalan-jalan besar di kota yang dipenuhi dengan kanal-kanal tersebut.

Dalam kunjungannya ke  kota yang saat itu bernama Leningrad, pandangan Sang Presiden tertuju pada sebuah bangunan berarsitektur Asia Tengah. Ornamen, menara dan kubahnya didominasi kaligrafi berwarna biru.

Ditengah kekagumannya terhadap arsitektur kota yang dipenuhi dengan berbagai sungai, istana, benteng dan jembatan besar, Bung Karno menemukan bahwa bangunan indah tersebut adalah sebuah masjid yang tidak digunakan. Tempat suci umat Islam ini diperlakukan secara tidak pantas dan telah diubah menjadi sebuah gudang.

Dalam pertemuannya dengan Presiden Uni Soviet Nikita Kruschev Bung Karno menyampaikan keprihatinannnya terkait nasib masjid tersebut. Pada saat itu Bung Karno  meminta agar Masjid Saint Petersburg dapat dipergunakan kembali oleh umat Islam untuk beribadah.

Tidak berselang lama setelah Bung Karno pulang kembali ke tanah air,  Presiden Kruschev akhirnya memberikan instruksi untuk mengembalikan fungsi Masjid Biru sebagai tempat ibadah dan pusat kegiatan keagamaan umat Islam.

Perintah dari Presiden Kruschev tersebut merupakan suatu hal yang sangat luar biasa, mengingat saat itu faham komunis dan marxis tengah berada dipuncak kekuasaan di Rusia.

Presiden Kruschev yang terkenal dengan pemerintahan diktator dan tangan besi pun akhirnya melunak dan menyetujui permintaan Bung Karno tersebut.

Hadiah terbesar dari Bung Karno  itu hingga kini selalu diingat oleh muslim Rusia khususnya di kota Saint Petersburg.

Dalam kesempatan shalat dzuhur berjamaah di masjid tersebut, saya sempat bertemu dengan imam masjid. Dengan antusias imam masjid mengajak saya keliling ruang dalam masjid.

Beliau menunjukkan hiasan dinding –ukiran kaligrafi kayu khas Indonesia–  hadiah dari Presiden Megawati Soekarnoputri. Hiasan kaligrasi yang tergantung disebelah kiri mihrab tersebut tertata dengan baik disamping rak kayu tempat kitab suci Al-Qur’an.

Di sebelah kanan mihrab berdiri tegak mimbar khutbah berarsitektur khas Turki. Mimbar kayu berukir yang dilengkapi tongkat untuk khatib sholat Jum’at tersebut melengkapi keindahan ornamen dan kaligrafi dinding dengan warna dasar biru bertuliskan Allah dan Muhammad serta nama empat khalifah khulafaur rasyidin.

Pada siang itu, jamaah sholat dzuhur terdiri dari tiga shaf dan hampir semua adalah masyarakat muslim setempat. Selesai shalat berjamaah, imam shalat memimpin dzikir bersama atau di Indonesia dikenal dengan wiridan yang ditutup doa. Dilanjutkan dengan bersalam-salaman sambil berdiri melingkar seperti tradisi di masjid-masjid betawi di Jakarta.

Selesai bersalaman dan sebelum jamaah keluar dari masjid, imam sekali lagi memimpin doa yang diamini dengan khusuk oleh seluruh jamaah.

Umat Islam Rusia mempunyai keterkaitan emosional dengan rakyat Indonesia. Tidak hanya karena jasa Bung Karno mengembalikan fungsi Masjid Biru. Tapi lebih dari itu, tradisi Islam yang berkembang di tengah masyarakat Rusia sama dengan tradisi umat Islam di Indonesia.

Setelah seharian mengikuti jadwal sidang UNESCO yang padat, terasa sekali damai dan adem bisa shalat berjamaah dan bersilaturrahmi dengan saudara seiman di masjid yang sangat indah tersebut.

Alumni PPQH

Leave a comment